Minggu, 10 Januari 2010

Pendapat Tentang Mata kuliah Softskill (Telematika)

Dengan adanya mata kuliah softskill (telematika) menurut saya itu merupakan cara yang bagus untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyalurkan bakat menulis, serta menambah pengetahuan baru mengenai bidang telematika. Saya pribadi menjadi tahu mengenai latar belakang, perkembangan, dan pemanfaatan telematika itu sendiri dalam perkembangan teknologi sekarang ini. Namun pastinya dengan adanya mata kuliah ini sebagian mahasiswa ada yang terbebani. Sebagai contoh, sebagian dari mahasiswa ada yang belum pernah kursus, workshop, atau bahkan mengikuti seminar. Tak jarang alasannya karena faktor biaya, mereka tidak bisa mengikuti kursus atau workshop karena terbentur biaya dan pengadaan kursus atau workshop pun tidak sering dilakukan, biasanya diadakan pada saat libur kenaikan tingkat saja. Dan yang mereka tahu salah satu penilaian dalam mata kuliah softskill ini adalah pernah mengikuti kursus, workshop ataupun seminar. Bukan hal yang adil bukan jika penilaian dilihat dari pernah mengikuti kegiatan tersebut, bagaimana dengan kendala sebagian mahasiswa yang telah saya jelaskan diatas.

Mata kuliah ini perlu dilanjutkan karena membantu mahasiswa dalam melatih maupun mengembangkan bakat menulis, tetapi saya berharap ada perbaikan dalam standar penilaian mata kuliah softskill ini. Dengan membuat blog atau mengirimkan hasil tulisan ke wartawarga saya rasa sudah cukup. Penilaian bisa diambil dari seberapa sering mahasiswa membuat serta mengirimkan tugas dan tulisan mereka, serta seberapa bagus, baik dan menarik tulisan mereka. Itulah pendapat dan saran saya mengenai mata kuliah softskill. Saya berharap saran tersebut menjadi salah satu yang dipertimbangkan.

Tokoh Telematika Indonesia “Jonathan Parapak”

Jonathan Parapak adalah salah satu tokoh telematika di Indonesia. Latar belakang pendidikan Jonathan Parapak. Sekolah bagi Nathan (panggilan di dalam keluarga), merupakan perjuangan berat karena jarak yang harus ditempuh, faktor ekonomi dan keamanan, baik di desa maupun sesudah pindah ke kota kecil Rantepao. Nathan mulai sekolah pada umur 7 tahun di Desa Ulusalu, kemudian pindah ke Desa La'bo'. Lalu ke kota kecil Rantepao. Nathan tamat Sekolah Rakyat (kini Sekolah Dasar), dan Sekolah Menengah Pertama dengan hasil yang baik sehingga dapat melanjut ke Sekolah Menengah Atas yang baru dibuka di Rantepao ketika itu. Nathan belajar di SMA di Rantepao sampai kelas II. Untuk kelas III, oleh kakak ipar ia diantar ke Makassar untuk menyelesaikan pelajaran di SMA Negeri Bawakaraeng. Dia lulus SMA tahun 1961 dengan hasil baik. Selepas dari SMA, Nathan diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada waktu yang bersamaan ia mengikuti proses seleksi beasiswa Colombo Plan. Ternyata Nathan terpilih dan ia bersama beberapa mahasiswa lainnya berangkat ke Australia, November 1961. Namun tekadnya untuk belajar sebaik mungkin tak pernah surut. Nathan menyelesaikan studinya tepat waktu dengan hasil yang cukup baik. Sehingga ia diterima melanjutkan studi pada strata II, Program Master of Engineering Science, yang diselesaikan tepat waktu pula. Berbekal ilmu yang diperoleh di universitas dan pengalaman kerja di berbagai bidang, Nathan kembali ke Indonesia pada September 1969. Semula ia berharap untuk mengabdi di lingkungan Perumtel (PT Telkom waktu itu), namun akhirnya ia bergabung tahun itu juga dengan Indosat (PMA), anak perusahaan International Telegraph & Telephone (ITT). Sebuah perusahaan yang dibentuk atas kerjasama AS-RI di bidang telekomunikasi.

Selain pendidikan formal, Parapak juga mengikuti berbagai pendidikan khusus, di antaranya: Diploma Management Problem Analysis & Decision Making pada Kepner -Trigoe Australia, 1974. Maret 1975, Diploma Affective Management Communica- tion pada Tabbot Smith & Association. Mei-Juni 1975, Diploma Dynamic Management for International Executives di University of Syracuse New York. Kemudian, Diploma Management
Seminar, Oktober 1976 pada Da1e Carnegie & Associates. Oktober 1978, Diploma Marketing pada ITf -Communications Group New York. Dua tahun setelah itu, ia memperoleh Sertifikat "Manajemen Keuangan" pada SGV Jakarta; Mendapat ranking No.1 Penataran Type A P-4, 1981; Mengikuti Penataran Manggala P-4, 1995. Sejak 1970, aktif mengikuti berbagai seminar manajemen telekomunikasi, komputer, informasi, dan pariwisata di dalam dan luar negeri.

Sejak awal Jonathan Parapak menyadari bahwa kemajuan teknologi informasi tidak hanya mempermudah komunikasi serta mempercepat penyebaran informasi, melainkan juga memiliki nilai strategis secara ekonomis dan politis. Lancarnya komunikasi dan informasi yang tidak lagi dibatasi oleh faktor geografis, memiliki sumbangan besar dalam mempersatukan bangsa. Visi itulah yang telah memotivasi Parapak untuk bekerja tak kenal lelah mengembangkan dunia informasi dan telekomunikasi demi bangsanya. Ia menjadi penggagas visi Nusantara 21, visi bangsa Indonesia di sektor telekomunikasi dan informasi dalam memasuki abad ke- 21. Untuk meyakinkan bangsa Indonesia bahwa kemajuan, kesejahteraan, daya saing dan kejayaan Indonesia di abad ke-21 sangat ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan mewujudkan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan, melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Ia juga pernah menjadi bagian dari birokrasi melalui jalur yang khas. Ia menjadi Direktur Utama PT Indosat (BUMN) dan Sekjen Deppparpostel. Walau demikian, ia tidak larut dalam birokrasi BUMN dan pemerintahan, melainkan berusaha mengedepankan kultur baru yang berorientasi pada layanan terbaik kepada masyarakat. Selama bekerja di birokrasi pemerintahan, ia ikut serta dalam berbagai langkah reformasi kebijaksanaan dan regulasi. Seperti deregulasi sektor telekomunikasi yang membuka peluang bagi para pelaku swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan telekomunikasi.

Itulah sekilas latar belakang pendidikan dan pengalaman Jonathan Parapak berkecimpung dalam bidang telematika. Tulisan ini saya kutip dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/j/jonathan-parapak/index.shtml